===== fiat justitia et pereat mundus =====

Selasa, 04 Januari 2011

ANI, PUAN ATAU ICAL?

Baru 2 tahun Pemerintahan SBY-Budiono berjalan belum menghasilkan apa-apa yang bisa dibanggakan,  yang ada hanya kemiskinan masih ada di mana-mana, bencana alam masih mengintai di tanah air dan korupsi masih menjadi komoditi bagi sebagian pemegang kekuasaan untuk mengeruk harta rakyat. Sekarang publik disuguhkan dagelan politik yang dimulai dari si Ruhut Poltak Sitompul yang menginginkan Bu Ani istri Pak BeYe jadi calon presiden 2014. Lalu si ketua MPR Taufik Kiemas menginginkan anaknya si Puan pantas jadi wakil presiden. Belum lagi si Ical ketum golkar dengan “kepahlawanannya” yang numpang Timnas Garuda yang akhirnya kalah dari Timnas Malaysia, berusaha mencitrakan diri sebagai calon presiden. Pertanyaan yang mendasar dari tulisan ini adalah pantaskah sekarang mereka meributkan  pencalonan presiden?


Masih 3 tahun lagi pemerintahan SBY-Budiyono, tapi sekarang para politikus partai politik penguasa sudah sibuk “jualan kecap” untuk menjual capresnya. Seharusnya tahun-tahun ini adalah haknya rakyat untuk menagih janji kepada Presiden terpilih. Sekarang rakyat bertanya, kapan hak kita direalisasikan? Banyak rakyat yang membutuhkan perhatian. Yang ada sekarang adalah 2 tahun untuk konsolidasi partai, lalu 3 tahun untuk pen-capres-an, terus rakyat kebagian apa? Dulu SBY waktu kampanye berjanji mau meningkatkan kesejahteraan rakyat, memberantas korupsi dan bla-bla-bla masih banyak lagi janji-janji SBY dan para pengikutnya. Tapi sekarang malah presiden sudah ribut-ribut mau men-capres-kan istrinya.  Dimulai pernyataan Ruhut tentang punya jago bu Ani. Mereka pikir rakyat itu masih bodoh terus. Jadi bohong kalau itu hanya pernyataan pribadi Ruhut. Itu sudah di-design oleh parpolnya dengan melemparkan wacana konyol tersebut. Jadi bukan pernyataan pribadi Ruhut, dulu dia juga pernah melempar ide tentang amandemen UUD tentang masa jabatan lebih dari 2 kali periode. Tapi pertanyaannya adalah tentang sensivitas-nya pemerintah dalam menanggapi rakyat.

Para pemegang kekuasaan sudah “gege mongso”, belum apa-apa sudah cari sensasi terus cari sesuap nasi, terus naik mercy dengan jalan korupsi. Sudah dapat kursi, terus duduk lalu lupa berdiri. Itulah ciri-ciri politikus Indonesia yang sekarang berkuasa.

Siapapun dibalik pelemparan ide Ani calon presiden adalah orang bodoh sekaligus penjilat. Karena yang ada hanya menciptakan monarki SBY, setelah istrinya lalu anak-anaknya, terus cicit-nya. Mereka mau meniru fenomena para Kepala Daerah yang mencalonkan istrinya/kerabatnya untuk menggantikan dirinya karena dirinya sudah tidak bisa mencalonkan diri karena undang-undang. Contohnya tidak perlu jauh-jauh adalah kemenangan widya kandi yang bersuamikan narapidana korupsi hendy budoro mantan bupati Kendal. Memang tidak ada yang salah jika dilihat dari undang-undang yang mengaturnya. Tetapi adalah etika dan moral sudah tidak digunakan lagi. Rakyat hanya dijadikan obyek mainan oleh para petualang kekuasaan. Kalau menurut penulis sendiri yang salah dan bodoh adalah rakyat yang mau memilih istri koruptor untuk jadi bupati.

Kalau memang bu ani maju, memang undang-undang tidak melarang, tetapi pertanyaannya adalah tentang “kepatutan”, karena tidak semua yang benar adalah patut atau etis. Salah tidak bu ani maju? Tentunya tidak salah, tapi etis tidak bu ani maju? Tentu tidak etis.

Seharusnya wacana pen-capres-an jangan diutamakan saat sekarang ini karena belum tepat waktunya. Masih banyak pekerjaan menyejahterakan rakyat yang harus segera diselesaikan. Kasihan rakyat kita sekarang ini. Baru-baru ini  6 bersaudara meninggal akibat makan tiwul dari Desa Jebol, Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara, meninggal dunia diduga akibat keracunan makanan tiwul yang terbuat dari bahan ketela pohon. Mereka mengakui, keluarganya mulai mengonsumsi tiwul sebagai makanan alternatif sejak dua pekan terakhir, mengingat penghasilannya sebagai penjahit di Semarang kurang mencukupi kebutuhan keluarga. Penghasilan selama sepekan tersebut, kata dia, hanya bertahan selama tiga hingga empat hari saja. Terkadang mereka hanya bisa membeli beras 10 kilogram dari biasanya bisa membeli hingga 16 kg untuk memenuhi kebutuhan delapan anggota keluarga. Untuk itu, sejak dua pekan terakhir terpaksa harus mengonsumsi makanan alternatif, berupa tiwul karena kondisi keuangan keluarga yang kurang mencukupi. Makanan tersebut, mereka buat dari sari ketela pohon, dicampur dengan bahan lain, seperti pemanis buatan, gula aren, dan kelapa parut.

Penulis terus terang merasa sedih melihat tragedy yang memilukan itu terjadi di tempat kelahiran penulis. Terbukti tidak hanya pemerintah pusat yang tidak becus mengurusi rakyatnya, tapi pemerintah kabupaten jepara juga sama tidak becusnya. Apa sih kerjaan aparat pemda jepara? Mana bupati hendro martoyo? Jangan-jangan juga malah ikut sibuk mencalonkan istri atau keluarganya jadi bupati periode depan. Sibuk mengangkat keluarganya jadi aparat PNS. Sibuk menumpuk harta karena takut anak cucunya miskin.

Ternyata pemerintah dengan berjalannya waktu, hasilnya adalah  NOL BESAR bisa mensejahterakan rakyat. Banyak klaim-klaim pemerintah yang sudah dilansir, Indonesia sekarang peringkat 18 negara dunia rangking ekonominya. Mungkin memang benar, tetapi si pembuat ranking hanya menulis berdasarkan pertumbuhan ekonomi makro-nya saja. Padahal kenyataannya ekonomi Indonesia sekarang hanya terkonsentrasi pada kelompok-kelompok ekonomi tertentu (kroni-kroni kekuasaan). Pemerintah memang sukanya menunjukkan angka-angka pertumbuhan di atas kertas yang realitanya rakyat masih lebih banyak yang miskin, pengangguran masih tinggi. Logikanya adalah kalau memang sudah peringkat 18 dunia ekonominya, tentu tidak ada yang mau berangkat jadi TKI/TKW ke luar negeri kan?

Pasal 33 UUD 1945 menekankan politik perekonomian untuk mencapai kemakmuran rakyat. Yang dimaksudkan dengan kemakmuran tidak lain adalah kemampuan pemenuhan kebutuhan material atau kebutuhan dasar. Ukuran untuk membuktikan berhasil tidaknya politik kemakmuran dan politik perekonomian adalah amanat  UUD 1945, yaitu peningkatan kemakmuran rakyat sebesar-besarnya, bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab jika kemakmuran perorangan yang diutamakan, maka tampuk produksi akan jatuh ke tangan perorangan yang berkuasa. Jika ini terjadi maka rakyat yang jumlahnya banyak akan ditindasinya. Bung Hatta menggambarkan ukuran dari pencapaian kemakmuran rakyat adalah sebagai berikut: “Negeri belumlah makmur dan belum menjalankan keadilan sosial, apabila fakir miskin masih berkeliaran di tengah jalan, dan anak-anak yang diharapkan akan menjadi tiang masyarakat di masa datang terlantar hidupnya.”

Menurut Syariat Islam pemerintah adalah pemimpin (imam) yang diibaratkan sebagai penggembala yang akan diminta pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya. Rasulullah SAW, menegaskan:
“Seorang imam adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat, dan ia akan diminta pertanggungjawaban atas rakyatnya.” (HR Bukhari dan Muslim). Sebagai pemelihara dan pengatur, ia seharusnya bertindak selaku penggembala yang harus selalu memelihara kepentingan dan kemashlahatan rakyatnya. Segala rencana, kebijakan, dan tindakan yang akan dibuat dalam menjalankan pemerintahan, semata-mata adalah untuk kesejahteraan rakyatnya. Dia juga akan selalu berupaya melindungi rakyatnya dari segala hal yang dapat mencelakakan serta yang membuat kondisi rakyat yang dipimpinnya menjadi sulit dan sengsara. Rasulullah saw bersabda: “Seorang pemimpin adalah ibarat perisai (pelindung), dimana rakyat berperang bersamanya dan berlindung dibelakangnya.” Sebagai perisai, seorang pemimpin haruslah mampu melindungi rakyatnya dari serangan, tekanan, dan gangguan pihak asing yang ingin menyengsarakan rakyatnya. Sebagai pemimpin ia juga tidak boleh berbuat curang serta menipu rakyat yang dipimpinnya. Jika ini dia lakukan maka ia tidak akan pernah mencium baunya surga sebagaimana sabda Rasulullah SAW.: “Siapa saja yang menjadi pemimpin yang mengurusi urusan kaum muslimin, kemudian ia meninggal sedang ia berbuat curang terhadap mereka maka Allah mengharamkan surga baginya.” (HR Bukhari Muslim)

Sebaliknya perilaku pemerintah mengurus bencana wasior, tsunami mentawai, merapi, semuanya tidak ada yang bagus. Mengutip Buya Syamsul Maarif, “segera pemerintah siuman! Rakyat sakit, merana. Segeralah siuman!!”. Pemerintah SBY-Budiono sudah mengkhianati amanat rakyat. Lebih baik mereka turun saja kalau tidak becus. Menurut analisa penulis adalah bahwa kekuasaan mereka tinggal 3 tahun lagi, oleh karena itu saatnya mereka merampok habis-habisan uang rakyat. Penulis memprediksikan akan ada lagi kasus yang lebih besar yang menunggu setelah kasus Century karena mumpung mereka masih berkuasa, maka mereka akan rampok habis-habisan Negara ini. Maka dari itu, mari kita awasi dan kritisi kebijakan pemerintah, TOLAK kebijakan pemerintah yang tidak PRO RAKYAT!!


Oleh: AGUNG D. SUJONO, SH.

 
Kembali lagi ke atas
Visit InfoServe for Blogger backgrounds.