===== fiat justitia et pereat mundus =====

Jumat, 24 Desember 2010

MERENTAS PENGHADANG JALAN PEMBERANTASAN KORUPSI

Dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum (yang demokratis), namun akibat perilaku korupsi yang kian meluas dan dilakukan secara terorganisir dan sistematis, yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat, telah menjadikan negara ini sebagai salah satu negara terkorup di dunia. Akibatnya ketentuan yang menyatakan Indonesia sebagai negara hukum dan demokratis tersebut hanya merupakan ketentuan normatif belaka, karena manfaatnya tidak dapat dirasakan dalam kenyataan.


Menurut penulis ada beberapa faktor yang menyebabkan maraknya perilaku korupsi yaitu para pelaku korupsi, yang umumnya memiliki high level educated and status dalam kehidupan masyarakat, tidak terjangkau oleh hukum bahkan ada yang kerap berlindung di balik asas legalitas. Selain itu faktor lingkungan kelembagaan yang korup turut menumbuhsuburkan perilaku korupsi, khususnya pada sektor publik. Parahnya lagi sifat masyarakat yang lunak bahkan permisif terhadap berbagai penyimpangan moral (korupsi), telah menjadikan korupsi sebagai perkara biasa dan wajar terjadi dalam kehidupan para penguasa dan pengelola kekuasaan.

Indonesia memang telah memiliki berbagai perlengkapan dan strategi untuk memberantas korupsi, baik berupa peraturan maupun lembaga (seperti KPK), namun menurut penulis sepanjang penyelenggara negara masih turut campur dalam mempengaruhi dan mengatur jalannya proses peradilan, ditambah lagi adanya tekanan politik dari partai politik atau kalangan politikus, maka permasalahan korupsi tidak akan pernah bisa diselesaikan. Dari pandangan tersebut tentunya tidak berlebihan apabila penulis menyatakan bahwa lemahnya pemberantasan korupsi bukan semata-mata dikarenakan faktor perangkat hukum (aturan), namun lebih dikarenakan oleh faktor perilaku aparat penegak hukum sendiri. Dengan demikian penulis menyarankan agar fokus (usaha) pemberantasan korupsi yang selama ini giat dilaksanakan oleh pemerintah dan masyarakat mulai dialihkan atau diarahkan pada upaya memperbaiki perilaku para penegak hukum.

Keberhasilan upaya pemberantasan korupsi juga akan sangat ditentukan oleh dukungan politik dari penguasa. Dukungan politik tersebut dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk kebijaksanaan, yang bermuara pada ruang, keadaan, dan situasi yang mendukung program pemberantasan korupsi untuk bekerja lebih efektif. Dukungan politik dari penguasa juga dapat mendorong tumbuhnya partisipasi masyarakat guna bersama-sama memberantas korupsi. Dengan demikian menempatkan posisi politik dalam program pemberantasan korupsi berarti melihat perilaku korupsi sebagai musuh bersama karena pelaku, dampak negatif dan kerugian yang ditimbulkan adalah hal yang berbahaya bagi kehidupan negara.

Menurut penulis permasalahan korupsi bukan hanya sekedar gejala hukum akan tetapi merupakan bagian dari sistem politik, sehingga upaya pemberantasan korupsi tidak mungkin dapat dilepaskan dari penataan sistem politik yang berkaitan dengan politik hukum. Oleh karena itu efektifitas penanggulangan korupsi akan sangat dipengaruhi oleh ragam sistem politik yang dijalankan. Permasalahan utama politik pembangunan hukum nasional saat ini adalah upaya untuk menciptakan aturan hukum yang secara utuh bersumber pada Pancasila dan UUD 1945 sehingga sesuai dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat pada tingkat lokal, nasional, regional maupun internasional khususnya dalam era globalisasi.

Pemberantasan korupsi tidak hanya dilakukan melalui penegakan hukum semata, namun lebih dibutuhkan suatu langkah pendekatan anti korupsi yang berdimensi sosial, politik maupun budaya. Penanggulangan korupsi semestinya dilakukan melalui upaya pembaharuan hukum yang berhubungan langsung dengan sistem hukum secara keseluruhan.

Secara kelembagaan perlu adanya perbaikan struktur hukum berupa perbaikan manajemen penanganan kasus korupsi agar lebih transparan dan akuntabel, misalnya dengan menggunakan badan penyidik tunggal dalam pemeriksaan perkara korupsi. Selain itu sangat penting pula untuk diperhatikan perihal sistem rekruitmen, sistem promosi, sistem pendidikan, organisasi dan pengawasan terhadap tingkah laku aparatur penegak hukum.

Upaya membangun kesadaran hukum masyarakat untuk patuh, menjunjung tinggi hukum dan tidak ikut berperilaku korup tidak akan bermanfaat hanya dengan cara menambah pengetahuan masyarakat tentang hukum. Syarat mutlak untuk membangun kesadaran hukum yang demokratis adalah dengan membangun masyarakat demokratis itu sendiri. Upaya membangun budaya hukum tidak mungkin dapat dilepaskan dari upaya pembaharuan sosial yang sejalan dengan politik hukum dan sistem politik demokratis yang hendak diwujudkan.

Pada akhirnya penulis menyimpulkan bahwa korupsi adalah fenomena sosial yang harus segera dibasmi atau paling tidak dikurangi agar peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat segera diwujudkan. Melalui pembangunan sistem hukum yang berhubungan dengan struktur hukum, subtansi hukum dan budaya hukum dengan didorong oleh kemauan dan dukungan politik penguasa maka keberhasilan pemberantasan korupsi akan dapat terwujud. Kini pertanyaan yang tersisa adalah apakah Calon Pemimpin Baru bangsa ini mempunyai tekad dan keberanian untuk melakukan hal tersebut? Kita lihat saja.

Sumber: Drs. M. Sofyan Lubis, SH. (LHS & Partners)

 
Kembali lagi ke atas
Visit InfoServe for Blogger backgrounds.