===== fiat justitia et pereat mundus =====

Minggu, 09 Januari 2011

TERBUAI “ALUNAN GENDANG” PERTUMBUHAN EKONOMI

 

Klaim pemerintahan SBY selama 2010 pertumbuhan ekonomi nasional Indonesia menunjukkan peningkatan, menduduki peringkat ketiga di G-20 setelah Cina dan India tidak terbantahkan bila dilihat dari indikator pertumbuhan ekonomi, antara lain:  penyusutan angka kemiskinan dari 16,6% menjadi 13,3%. Angka ini setara dengan penyusutan jumlah penduduk miskin hingga 1,5 juta orang, pengangguran menjadi 7,14% dari sebelumnya diangka dua digit, dan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 6% dari target 5,8% di 2010 bahkan rekor kenaikan IHSG hingga 3.600.


Benar gak sih klaim-klaim pemerintah SBY? Kalau menurut penulis sih tidak salah, sah-sah saja. Tapi, ukuran keberhasilan ekonomi bukan dari pencapaian sektor keuangan apalagi yang makro-makroan kayak begituan. Justru sekarang ini negara-negara lain malah sibuk melemahkan nilai tukarnya dan terus berupaya menurunkan suku bunga hingga mendekati nol dengan tujuan mendorong sektor riil dan mengurangi pengangguran. Kenapa? Karena strategi nilai tukar lemah merupakan benteng pertahanan bagi Negara industry seperti China, kenaikan nilai tukar yuan terhadap dollar AS akan mengerek harga dan menekan daya saing ekspor China. Padahal sektor industry pengolahan sangat strategis karena menjadi andalan dalam menciptakan lapangan kerja. Menurunnya daya saing industry akan membahayakan stabilitas ekonomi dan sosial politik Indonesia. Namun sebaliknya, justru SBY mengambil arah kebijakan berbeda dengan tren kebijakan negara lain di dunia dan malah menilai penguatan rupiah sebagai kekuatan seta melambungnya IHSG dianggap sebagai prestasi maha karya pemerintahannya, padahal menurut Dr. Hendri Saparini telah ada ancaman terjadi financial bubles.

Data menunjukkan sejak tahun 2008 total “hot money” (dana asing) Rp. 548 triliun dan tahun 2010 menjadi Rp. 1.374 triliun, akibatnya pengembalian modal dan ongkos menjadi sangat mahal sehingga menjadikan modal Bank Indonesia akan terus tergerus. Selain itu, modal swasta akan semakin mahal akibat tingginya suku bunga kredit maupun imbal hasil obligasi yang diterbitkan, karena suku bunga tidak diturunkan agar “hot money” masuk.

Sekarang kita beralih kepada fakta atau realita di masyarakat tentang dampak/efek dari klaim pemerintahan SBY tersebut. Kenyataannya di lapangan justru menunjukkan nilai uang rupiah sekarang tidak ada harganya, daya beli rakyat turun drastis. Kenyataan itu penulis jumpai secara langsung, karena hampir tiap hari belanja ke pasar tradisional. Bawa uang 20rb rupiah sekarang tidak cukup untuk belanja makan. Lihat saja fenomena harga lombok yang menjulang, kenaikan harga beras yang kemudian diikuti harga-harga kebutuhan pokok yang lain, akibatnya adalah rakyat kecil termarjinalkan semakin terjepit ditengah klaim-klaim sihir pemerintah. Akibatnya laju inflasi membumbung ke angka 6,9%. Bahkan, dalam jajak pendapat terakhir, publik yang melayangkan penilaian positif atas citra Yudhoyono hanya tersisa 54,6 persen responden. Ini merupakan titik terendah penilaian publik terhadap citra Presiden selama enam tahun masa kepemimpinannya.

Realitasnya sangat jauh. Pertumbuhan ekonomi versi pemerintah bukan ekonomi riil karena faktanya tidak dirasakan secara langsung oleh masyarakat. Seharusnya pemerintah memperhatikan kelompok masyarakat yang termarjinalkan. Seperti contoh tragedy yang penulis kemarin sampaikan tentang 6 orang tewas karena keracunan makan tiwul. Belum lagi tragedy sepasang buruh tani yang memilih bunuh diri karena himpitan ekonomi. Kenaikan harga kebutuhan pokok, belum lagi kenaikan BBM sekitar bulan Maret nanti, bisa saja nanti kenaikannya sampai dengan 60% bahkan 100%. Yang terbaru harga tiket KA kelas ekonomi juga akan naik. Akibatnya daya beli rakyat turun. Sebaliknya pemerintah malah sibuk menaikkan gaji aparatnya (misalnya polisi) jauh dibandingkan dengan upah buruh dengan alasan dengan naiknya gaji aparat “diharapkan” menurunkan tingkah laku korupsi diantara aparat kekuasaan. Apakah benar itu? Faktanya Departemen Keuangan yang menaikkan gaji pegawai tapi Gayus saja masih kurang, bea cukai apalagi, hampir semua korup.

Melihat realita seperti tersebut di atas, apa yang sebaiknya dilakukan oleh pemerintah? Pertama adalah kontrol masuknya dana asing yang berjangka pendek dengan menerapkan pajak, pelarangan penarikan dana dengan mata uang asing. Sedangkan untuk meningkatkan ekonomi riil, turunkan suku bunga sehingga sector riil akan bergerak. Selain itu bagi industry dalam negeri menambah nilai tambah (value added) atas hasil dari Sumber Daya Alam seperti komoditas pertanian, gas, perkebunan, kehutanan dsb. Karena selama ini misalnya Indonesia selalu ekspor bahan mentah seperti CPO (Crude palm Oil), karet, nikel dsb ke Negara-negara industri. Sebaliknya Negara industri tersebut lalu mengolahnya menjadi bahan jadi yang kemudian dijualnya (diekspor) ke Indonesia yang tentunya dengan nilai yang jauh lebih tinggi.

Mari kita jangan terlena dengan angka-angka, para penguasa pemerintah dan wakil rakyat harus turun ke bawah, melihat realitanya. Angka pertumbuhan fantastis, tapi tidak akan ada nilainya jika masih banyak masyarakat yang termarjinalkan. Sehingga bisa dikatakan angka pertumbuhan ekonomi Indonesia sekarang ini tidak berkualitas, buktinya orang makan tiwul saja mati, biaya kesehatan  mahal, pendidikan mahal. Jadi Negara di bawah pimpinan SBY gagal total dalam menyejahterakan rakyatnya. Pertumbuhan ekonomi yang berkualitas harus berbasis pada investasi yang secara riil bisa meninggkatkan lapangan kerja bukan pertumbuhan yang ekonomi berbasis konsumsi.

Yang terjadi sekarang adalah disorientasi pembangunan karena yang dikejar adalah investasi kosong karena tidak dinilai dengan siapa dan untuk siapa investasi itu. Misalnya, investasi yang dilakukan Freeport, hasilnya adalah bencana kerusakan lingkungan, masyarakat papua tetap saja masih pake koteka. Kita hanya dijadikan market oleh Negara-negara industry. Penjualan mobil tertinggi di asia pasifik, tapi dari mana mobil itu? Siapa yang produksi? Semua adalah milik orang asing. Dari kalangan mana yang bisa beli mobil itu? Mana mungkin rakyat biasa bisa beli mobil, mimpi bisa beli mobil saja tidak. Jangan terlalu bangga dengan kenaikan penjualan mobil,  justru malah akan menyedot anggaran subsidi BBM yang seharusnya diperuntukkan oleh rakyat kecil tapi malah dinikmati lebih besar oleh orang yang mampu beli mobil. Belum lagi akan ada masalah kemacetan dan polusi udara akibat mobil2 yang berkeliaran di jalanan. Semua contoh2 indikator yang didengung-dengungkan oleh pemerintah adalah omong kosong, seperti tipikal pimpinan pemerintah yang sekarang yang gila akan pencitraan dirinya. Rakyat tidak butuh senyuman, lambaian tangan atau tangisan pimpinan negeri ini, tapi yang dibutuhkan adalah rakyat terjangkau membeli bahan makanan pokok saja.

Kita masih berada dalam bencana multidimensi karena paradigma politik, hukum sudah sangat rusak. Jadi sekarang adalah yang kita butuhkan adalah orang berani yang mampu melakukan perubahahan atau melawan arus, orang yang kuat dan besar bukan orang yang besar badannya saja.

Belum lagi birokrasi Indonesia sekarang tidak lebih baik, justru birokrasi sekarang mintanya dilayani tidak melayani akibatnya sekarang kita terperangkap dalam ekonomi biaya tinggi karena sekarang sedikit-sedikit aparat pemerintah kita selalu menengadahkan tangannya minta dikasihani duit. Misalnya, berapa sih biaya ngurus KTP? Berapa sebenarnya biaya ngurus SIM? Dari jaman reformasi sampai sekarang tidak ada perubahan justru semakin menggila dan kalap aparat birokrasi sekarang.

Justru sekarang ribuan para pemuda Indonesia yang seharusnya bisa mengisi pembangunan dengan giat bekerja dan berkarya lebih memilih jalur “aman” dengan ikut test pegawai birokrasi yang baru saja diselenggarakan kemarin. Banyak alasan-alasan mereka mengapa ikut test CPNS. Dari yang ikut-ikutan, coba-coba sampai yang belum dapat pekerjaan yang cocok. Justru fakta ribuan pelamar CPNS bisa dijadikan patokan kegagalan pemerintah menciptakan lapangan pekerjaan bagi lulusan sekolah. Semoga saja mereka para CPNS tidak bercita-cita jika suatu kemudian hari jika sudah punya jabatan sebagai pejabat yang berseragam, melakukan korupsi biar dianggap gagah karena bisa beli mercy dari hasil korupsi. Semoga saja masih banyak pemuda-pemuda yang bercitakan PNS hanya untuk mengabdi kepada Negara bukan untuk korupsi.

Jika tidak ditangani secara serius oleh pemerintah justru akan menyebabkan ketimpangan ekonomi yang tinggi karena antara data sihir pemerintah dengan fakta realita tidak sinkron. Jadi data pertumbuhan ekonomi pemerintah SBY sekarang ini bisa diibaratkan TABUHAN GENDANG. Syarat gendang agar bersuara nyaring, maka tengahnya harus “KOSONG”. Tercatat 2% orang kaya Indonesia melebihi orang kaya di Singapura bahkan orang jepang sekalipun. Akibat ketimpangan yang tinggi, ditakutkan akan terjadi gejolak sosial sehingga pembangunan yang dilakukan selama ini akan sia-sia. Yang miskin tetap miskin, yang kaya semakin kaya. Jadi dibalik keberhasilan finanSial yang DITABUHKAN pemerintah SBY, ada bahaya besar yang mengancam.


 

Oleh: Agung D. Sujono, SH.

 
Kembali lagi ke atas
Visit InfoServe for Blogger backgrounds.